Adat dan
budaya Aceh yang kental dengan nuansa Islam, masih dipengaruhi oleh tradisi
Hindu. Hal ini disebabkan, sebelum Islam masuk, Hindu telah berkembang di Aceh.
Setelah Islam masuk, unsur-unsur Hindu dihilangkan, namun tradisinya masih ada
yang dipertahankan sampai sekarang.
Asimilasi
budaya Aceh, pernah disinggung oleh Teuku Mansoer Leupeung, Uleebalang yang
dikenal sebagai pujangga. Dalam hikayat Sanggamara, tokoh yang hidup
seangkatan dengan Teuku Panglima Pole mini mengisahkan.
Adat Aceh
bak riwayat
Bacut sapat dudoe teuka
Peutama phon dalam kitab
Bangsa Arab nyang peuteuka
Bacut sapat dudoe teuka
Peutama phon dalam kitab
Bangsa Arab nyang peuteuka
Nyang keudua
bak Meulayu
Nibak Hindu dengan Jawa
Nibak Cina na sigeuteu
Adat badu ngon Manila
Nibak Hindu dengan Jawa
Nibak Cina na sigeuteu
Adat badu ngon Manila
Bangsa
Jawa ngon Meulayu
Le that teungku keunan teuka
Hingga rame nanggroe makmu
Meurah breuh bu meuhai lada
Le that teungku keunan teuka
Hingga rame nanggroe makmu
Meurah breuh bu meuhai lada
Bak peukayan
dum ban laku
Ureung Hindu nyang peuteuka
Cuba tilek tingkah laku
Bajei Badu ladom pih na
Ureung Hindu nyang peuteuka
Cuba tilek tingkah laku
Bajei Badu ladom pih na
Susoen bahsa
Ara Meulayu
Barat timu bacut biza
Bahsa Arab na sigeuteu
Jampu bawu laen pih na
Barat timu bacut biza
Bahsa Arab na sigeuteu
Jampu bawu laen pih na
Walau Islam
telah kuat, sebahagian tradisi dan cara hidup Hindu ada yang terus melekat pada
masyarakat Aceh. Bahkan tradisi yang bersifat positif terus dipertahankan,
seperti tradisi hidup bergotong royong dan berbagai tradisi lainnya yang
kemudian unsur hidupnya diganti secara bertahap dengan syariat Islam.
Tradisi-tradisi
Hindu yang telah diislamkan tersebut masih ada sampai sekarang, seperti pada
acara khanduri laoet ( kenduri laut ) yang dilakukan oleh para nelayan.
Dulu pada acara kenduri laut ini, darah kerbau itu ditampung, asoe dalam
(organ dalam) kerbau tersebut beserta kepala, dibungkus kembali dengan kulitnya
dan kemudian dihanyutkan ke tengah laut sebagai persembahan kepada penghuni
laut.
Acara
kenduri laut ini masih bertahan sampai sekarang, tetapi seiring dengan masuknya
Islam, pemberi sesajen untuk penghuni laut dihilangkan, upacara pembuatan
sesajennya diganti dengan kenduri dan doa bersama. Daging sapi atau kerbau yang
disembelih tersebut dimakan bersama anak yatim dan fakir miskin agar hajatan
yang dilakukan tersebut mendapat berkah.
Pemotongan
ayam putih dan ayam hitam pada daka (pintu air) tambak oleh petani
tambak sebelum panen juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu yang masih
dilakukan sampai sekarang oleh petani tambak tradisionil. Paha, hati dan dada
ayam tersebut baik yang dimasak, dipanggang dan digoreng, bersama dengan
masakan lainnya dibungkus dengan daun pisang terpisah-pisah kemudian disatukan
dalam pelepah pinang yang dibentuk seperti sampan untuk dipasang pada pohon
atau batang kayu ditengah tambak. Ini juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu.
Kini acara ini mulai diganti dengan makan dan berdoa bersama anak yatim sebelum
tambak panen.
Selain itu peusijuek
(tepung tawar) barang-barang berharga yang baru dibeli seperti kereta
dan mobil, dengan menggunakan berbagai jenis rumput. Dengan akar rumput
tersebut yang telah diikat, air dipercikkan ke barang yang ditepung tawarkan..
Acara peusoen atau peusijeuk orang yang baru
sembuh dari sakit atau pulang dari bepergian jauh juga merupakan sisa-sisa
tradisi Hindu.
Begitu juga
acara belah kelapa pada saat peutreun aneuk miet ( membawa keluar rumah
bayi pertama kali ) juag merupakan tradisi-tradisi Hindu yang masih ada sampai
sekarang dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dalam berpakaian, tusuk konde pada
sanggul wanita juga merupakan tata cara berpakaian Hindu yang membudaya dalam
masyarakat Aceh sampai sekarang.
Malah ada
yang lebih kental lagi dan dilarang dalam Islam, seperti pemujaan terhadap
pohon-pohon besar dengan cara menggantungkan bunga-bungaan yang diikat dengan
berbagai benang pada cabang pohon oleh para pemuja sihir, itu juga
merupakan budaya Hindu.
Bekas-bekas
kerajaan masih dapat kita temukan walau sudah tertimbun, seperti di kawasan
Paya Seutui, kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di
Ladong.
Mesjid
Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad,
yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan
batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.
No comments:
Post a Comment