Sunday, September 16, 2012

jepang masa nara


BAB I
PEMBAHASAN
A.       Pemerintahan Zaman Nara
Pada tahun 710 selama pemerintahan kaisar Gemmei yang menggantikan kaisar Mommu, ibukota Negara di pindahkan ke Nara, dan tetap berada disana selama 70 tahun, masa yang meliputi 7 kaisar karenanya zaman ini disebut zaman Nara
            Selama zaman Nara system Ritsuryo diterapkan dengan berhasil. Ini berakibat baik bagi kehidupan bangsa. Kekuasaan kaisar memuncak, keuangan Negara berada pada landasan yang kokoh, dan Negara sekarang sanggup menyalurkan tenaganya menurut kehendaknya. Dynasty T’ang berkuasa di cina dari mengalami zaman emas di bidang kemakmuran dan kebudayaan. Kebudayaan T’ang yang tinggi itu di ambil oleh bangsa Jepang dan digunakan untuk menciptakan sebuah kebudayaan yang jauh lebih matang dari pada kebudayaan zaman Asuka. Ciri khas kebudayaan ini adalah tekanan yang diberikan kepada agama Budha.
Pada dasarnya pengaruh agama Budha dibidang politik dan kebudayaan tidak sejalan dengan semangat Ritsuryo. System Ritsuryo di bentuk menurut pemikiran politik Kong hu cu dan menekankan hubungan alamiah antara penguasa dan rakyat. Pada tahun-tahun permulaan zaman Nara cita-cita itu diterapkan dengan hasil baik. Wilayah kaisar mencakup kepulauan di selatan Kyusu sumber-sumber mineral dalam negeri di kembangkan, dan pembuatan mata uang dimulai. 2 buku sejarah nasional yang mencakup masa sejak pendirian Negara yaitu kitab Kujiki dan Nihon Choki dikumpulkan dan setiap provinsi diperintahkan untuk membuat topografis mengenai daerahnya masing-masing
Tetapi tidak lama kemudian system Ritsuryo goncang sampai ke desanya karena kesulitan menerapkan kepembahagian tanah pertanian kepada rakyat. Kaisar Shomu seorang yang sangat dalam Kong hu cu dan agama Budha, yang naik  tahta dalam suasana yang penuh harapan di pihak rakyat, berusah menjadikan agama Budha sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Dapat diduga bahwa ini akibat kesedihan nya atas kematian putranya yang meninggal sebelum satu tahun. Shomu berusaha mengendalikan krisis yang mengancam dengan cara bertopang pada kekuatan magis agama Budha untuk melindungi Negara dan menolak kekuatan jahat. Ia memerintahkan pembangunan kuil dan biara di 60 provinsi supaya disana dapat dibacakan surat-surat unruk keamanan dan kemakmuran Negara. Di ibukota ia mendirikan kuil Todaiji dimana disimpan patung Budha Vairocana yang sangat besar. Dengan demikian bahwa ia mengharap bahwa jasa yang diperoleh dengan usaha itu akan menjamin keselamatan bangsa. Kuil-kuil itu masih ada sampai sekarang di seluruh Jepang dan dikenal sebagai Kokugunji,  “Budha agung dari Nara” yaitu patung raksasa yang lebih 15 meter tingginya, masih ada ruang utama kuil Todaiji meskipun sudah mengalami perbaikan. Maksud kaisar itu memang terpuji karena tumbuh dari rasa prihatin akan keselamatan Negara dan bangsa. Akan tetapi akibatnya mengikis keuangan nasional dan memaksakan beban yang berlebih lebihan atas pundak rakyat. Karenanya usaha-usaha ini sama sekali tidak memperbaiki pemerintahan nasional, malah lebih banyak keburukan dari pada kebaikan yang di timbulkannya, karena sejak saat itu para pendeta mulai campur tangan sdalam sumber-sumber kekusasaan dan pemerintahan.
Dapat dikatakan bahwa sejarah zaman Nara merupakan masa perubahan pemerintahan menurut kepercayaan Kong hu cu ke pemerintahan menurut agama Budha. Serta pergulatan politik antara kaum bangsawan dengan kaum pendeta. Para keturunan Fujiwara no Kamatari yang memainkan peranan yang besar dalam pembaruan Taika muncul dalam dunia politik zaman ini sebagai golongan bangsawan baru. Pemimpinnya Fujiwara no Kamaro merupakan penganjur yang tekun bagi pemerintahan menurut cara Kong hu cu. Ia memegang kendali atas dunia politik sejenak setelah wafatnya kaisar Shomu. Fujiwara no Kamatari kemudian kehilangan pamornya dan tokoh penting, seorang rahib Budha yang bernama Dokhio berhasil memperoleh lindungan putri Shotoku. Setelah kurang lebih 5 tahun berlangsungnya pemerintahan yang cenderung kepada agama Budha, Dokyo diganti lagi dengan gaya Kong hu chu oleh kaum Fujiwara. Pergantian yang membingungkan ini dalam keadaan politik dimana menteri-menteri secara berturut-turut bergantian akibat perbedaan antara pandangan politik Kong hu cu dan agama Budha, merupakan ciri khas di zaman ini.
            Karena penghargaan yang diberikan kepada agama Budha kebudayaan Budha mengalami perkembangan gemilang. Ciri khas dari kebudayaan Tempyo (sebutan bagi zaman ini yang berasal dari nama pemerintahan kaisar Shomu) terdapat dalam keindahan hasil seni pahat agama Budha. Sejumlah besar hasil karya utama dari zaman ini masih dapat ditemukan di kuil-kuil agung di Nara. Kuil-kuil ini mengagumkan karena keahlian seniman Jepang dalam mengambil alih teknik  T’ang dan membentuknya menjadi sesuatu yang khas Jepang.
Di musim kerajaan Shosoin di Nara masih di simpan perlengkapan sehari hari, alat musik, dan sebagainya, milik kaisar Shomu. Benda-benda ini menunjukkan tingginya mutu kehidupan para bangsawan di zaman itu.
Meskipun pada zaman itu orang Jepang tergila-gila dengan kebudayaan T’ang dan secara umum percaya kepada agama Budha sebagai sumber keselamatan, namun pandangan hidup yang khas Jepang masih mempengaruhi orang. Manyoshu merupakan kumpulan yang terdiri dari 4500 sajak Jepang yang berasal dari zaman ini, dan secara langsung berbicara dari hati para penyairnya yang terdiri atas kaisar dan orang biasa. Meskipun Manyoshu merupakan kumpulan puisi Jepang yang tetua, namun puisi-puisi itu masih mempunyai daya untuk menyentuh orang-orang modern sekalipun. 
B.      Perkembangan Budhisme
            Kemajuan Budhisme mendatangkan juga perubahan pada kedudukan menteri- menterinya, mentri ini di pandang tinggi oleh golongan atas dan bawah. Maka beberapa paderi budhis memperoleh pengaruh besar disebelah kedudukan mereka yang di segani oleh masyarakat umum.
            Walaupun Budhisme sudah menjadi semacam kepercayaan umum di negri kepulauan itu, ada juga orang Yamato yang tidak berpegang kukuh pada kepercayaan semula mereka yang berupa pemujaan arwah dan roh- roh orang yang sudah wafat, dan kemudian menjadi pemujaan pendekar dan pemujaan leluhur dengan berdasarkan pemujaan alam kepercayaan semula mereka yaitu Shinto.  Kepercayaan mereka telah tercampur oleh oleh Tionghoa.yang merembes sedikit demi sedikit di Jepang sejak abad ke 3. Dan oleh Budhisme dan Konfuisisme yang membentang di Jepang dalam abad ke 6 dengan begitu dapat dikatakan ketidak sukaan mereka terhadap Budhisme di sebabkan oleh kenyataan bahwa mereka tidak dapat menyetujui hal yang, bahwa mereka bersifat konservatif. Pada tahun 741 dibangun Kokubunji yakni biara-biara propinsi resmi

C.     Perhatian Kesusasteraan
Kebudayaan Tionghoa yang telah menyeberangi laut Tiongkok dan laut Jepang ke negeri matahari terbit, mengajar kenal banyak segi kebudayaan darat Asia kepada bangsa Jepang banyak orang penting juga dalam kalangan pemerintahan paham bahasa Tionghoa. Mereka telah menguasai huruf Tionghoa cukup banyak sehingga mereka bukan hanya dapat membaca dalam bahasa Tionghoa, melainkan juga pandai pula menulis dalam bahasa negeri tetangganya ini. Bahkan mereka telah bertindak lebih jauh. Mereka mempergunakan huruf-huruf Tionghoa secara fonetis untuk menulis dalam bahasa mereka sendiri. Tegasnya huruf-huruf Tionghoa telah memberi kepada mereka sebuah alat pelahiran pikiran
            Pelahiran pikiran ini segera juga beralih ke kalangan kreatif kepandaian melahirkan pikiran dengan mempergunakan huruf Tionghoa lalu sejarah fonctis di salurkan mereka dalam bidang pekerjaan penciptaan.
            Dengan begitu zaman Nara bukan hanya zaman keagungan Budhisme, melainkan juga zaman kemajuan besar di dalan kalangan kebudayaan umum. Pemahaman kesusteraan Tionghoa dilakukan dengan giat.
            Ditiongkok pada masa itu memerintah dinasty T’ang(618- 907) dinasti T’ang ini adalah salah satu dari kerajaan terbesar yang pernah memerintah di Tiongkok. Zaman T’ang merupakan salah satu zaman emas Tiongkok purba
            Dan dari abad 7 sampai abat 9 orang Jepang amat mengagumi kebudayaan Tionghoa. Karena kekagumannya ini akan kebudayaan Tionghoa maka orang Jepang jadi meneladani Tiongkok dalam hampir sesuatu bidang kehidupan. Mereka menulis bukan hanya dengan huruf-huruf tionghoa melainkan juga dalam bahasa Tionghoa. Dalam bahasa tradisional pula Edwin o Reistehauoer sampai menujukkan bahwa orang Jepang amat menggemari ilmu menulis tradisional Tionghoa sehingga beberapa abad sesudahnya itu orang Jepang terpelajar merasa menulis dalam bahas mereka sendiri berada disebelah bawah derajat mereka. Kemudian terbit pula kumpulan sajak-sajak Jepang yang pertama yaitu buku yang berjudul Manyosu yang berarti kumpulan selaksa daun. Ada empat macam pemakaian huruf Tionghoa di Jepang yaitu, sebagai huruf-huruf tionghoa dalam bahasa tionghoa, sebagai huruf tionghoa dalam bahasa Jepang, dipergunakan dalam penciptaan huruf dan mengeja bahasa Jepang, sebagian huruf Tionghoa disederhanakan dan di tulis dengan disambung semua bagiannya dengan tujuan mengeja bahasa Jepang.





D.    Buku Kojiki Dan Nihon Shoki
            Karya kesusasteraan pertama orang jepang adalah buku kojiki yaitu catatan soal-soal kuno. Kojiki adalah pembukuan dari kisah-kisah yang sampai sebegitu jauh hanya beralih dari mulut kemulut mengenai terjadinya negara dan bangsa Jepang. Kojiki terbit dalam tahun 712. Kemudian pada tahun 713 terbit pula buku Fudoki, ujibumi dan kitab-kitab yang lain.
Dalam tahun 720 disusunlah Nihon Shoki atau Nihongi (kronikel Jepang) buku ini yang dipandang sebagai buku sejarah Jepang, di tulis seluruhnya dengan bahasa Tionghoa. Jadi bukan hanya memakai huruf Tionghoa dan berbahasa Jepang sebagaimana halnya dengan Kojiki.

E.     Keadaan Zaman
         Dengan adanya reformasi Taika, sistem pemerintahan di Jepang meniru sistem pemerintahan yang ada di Cina. Jepang pun meniru membuat kota seperti di ibukota Cina, Chang’an dan menjadikan Heijo (sekarang Nara) yang  disebut dalam bahasa Jepang disebut Nara no Miyako sebagai ibukota sekaligus pusat pemerintahan pada tahun 710 M (Hal inilah yang membuat zaman ini dinamakan zaman Nara). 
         Pada saat itu kaisar membuat undang-undang Taiho (Taiho Ritsuryo). Kaum bangsawan dapat menikmati kehidupan dengan menyenangkan. Di Heijo didirikan pasar. Kemudian untuk memudahkan jual beli dibuatlah Wadokaiho (uang kuno berbentuk bulat yang terbuat dari tembaga dengan diameter 10,95 mm dan berat 0,13 ons yang dibuat tahun 708 M).
         Pada zaman ini kaum petani sangat miskin dan menderita karena pajak yang tinggi, sehingga banyak yang membuang tanahnya. Kemudian istana membuat peraturan tentang pemberian tanah kepada orang yang akan membuka lahan tersebut. Setelah peraturan tersebut ditetapkan, terjadi persaingan antara bangsawan, kuil dan keluarga penguasa untuk membuka lahan baru, sehingga tanah pribadi semakin berambah. Tanah pribadi yang bebas pajak tersebut dinamakan Shoen. Karena peraturan tersebut, pemerintahan menjadi kacau. Bangsawan dan pendeta yang punya tanah luas menjadi berkuasa di pemerintahan. Kekacauan tersebut menjadikan zaman ini berakhir.

F.     Kebudayaan
         Zaman Nara merupakan puncak pertama dalam perkembangan budaya Jepang. Dari segi arsitektur, banyak bangunan atau kuil yang didirikan dengan meniru gaya bangunan Cina. Dalam kesusastraan dihasilkan Kojiki (cerita zaman kuno) dan Nihongi atau Nihonshoki (sejarah Jepang). Kojiki selesai ditulis pada tahun 712 M dan dikumpulkan oleh Onoyasumaro. Nihongi selesai ditulis pada tahun 720 dan dikumpulkan oleh Toneri Shinno. Penulisan keduanya dilakukan dengan bantuan orang Cina dan Korea. Karena pada saat penyusunannya orang Jepang belum punya huruf sendiri dan belum pintar menulis. Para ahli sejarah menyatakan bahwa sebagian cerita sejarah dalam Nihongi bukanlah sejarah yang sebenarnya, terutama sejarah sebelum tahun 400 M. Misalnya dalam Nihongi dikatakan bahwa pemerintahan kaisar Jinmu dimulai sejak tahun 660 SM – 581 SM, padahal setelah ditelusuri kaisar Jinmu memerintah sejak permulaan abad Masehi. Banyak hal yang bukan dari zaman purba dimasukkan ke dalamnya. Diperkirakan kebohongan itu ditulis dengan tujuan politik dan agama untuk mempertinggi martabat kerajaan dan memberikan bukti adanya zaman purbakala. Ada juga Fudoki (legenda dan profil tiap daerah), dan Manyoshu (kumpulan puisi. Ada sekitar 4500 puisi). Manyoshu ditulis dengan Manyogana yaitu tulisan dengan struktur bahasa Cina (Kanji) tetapi menggunakan cara baca Jepang.
G.     Kepercayaan
Kepercayaan Zaman Nara bersifat budhisme ke kehidupan orang Yamato, dari golongan yang tertinggi sampai kepada kaula terendah, bahkan dapat dikatakan Nara bersifat budhistis. Dalam tahun 724 kaisar Shomu naik  singgasana dan memerintah sehingga tahun 749 Juga kaisar ini telah berbuat banyak untuk budhisme. Dengan Tiongkok atau lebih jelas dengan kerajaan T’ang kerap kali di adakan hubungan banyak pendiri budhis datang dari Tiongkok ke Jepang untuk memperkenalkan lebih jauh agama itu. Pada kebalikannya banyak pendiri budhis Jepang mengunjungi Tiongkok untuk mempelajari agama ini.
H.    Peninggalan
         Kaisar Shomu membangun kuil Todaiji di Nara dengan patung Daibutsu. Patung tersebut dibuat dari perunggu setinggi 53 kaki. Patang ini selesai dibuat tahun 725 M. Pada tahun 756 M didirikan Shoshoin di dekat kuil Todaiji untuk menyimpan barang-barang kesenian peninggalan kaisar Shomu.
BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Zaman Nara adalah zaman berkembangnya budha di Jepang, dan kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari Tiongkok.juga zaman ini merupakan zaman dimana ilmuan- ilmuan Jepang menulis tentang kerajaan dan kehidupan social budaya Jepang.
Banyak  hasil kebudayaan dan kesusasteraan yang telah dibuat pada masa ini, bahkan mulai terjadi nya perubahan dalam pemakaian huruf-huruf Tiongkok dalam penyesuaian kehidupan orang Jepang sendiri. Hal ini dapat dilihat dari pelbagai buku dan sajak yang di buat pada masa ini. Bahkan banyak sarjana-sarjan pergi ke Tiongkok untuk belajar akan kebudayaan dynasty T’ang yang berkuasa di masa itu dan merupakan kebudayaan yang tinggi di Tiongkok.
Tak lepas dari itu juga terjadi konflik internal pada zaman ini yaitu antara bangsawan- bangsawan dengan pendeta-pendeta sekitar. Penyebab nya pun karena kaum pendeta dianggap sangat berkuasa pada masa itu di karenakan keistimewaan yang diberikan kaisar.
Peninggalan-peniggalan pada zaman Nara ini pun cukup banyak yaitu berupa patung-patung budha dan kuil-kuil Budha yang tersebar di pelbagai tempat serta barang- barang peninggalan kaisar lainnya. Begitupun juga dengan karya-karya kesusasteraan.
Walaupun zaman ini sangat mencolok akan kebudayaan budhis nya, tapi banyak juga rakyat Jepang yang tetap menganut kepercayaan nenek moyang mereka yaitu agama Shinto.
Zaman ini berakhir pada tahun 794 saat kaisar Kanmu memindahkan ibukota dari Nara ke Heian Kyo.





Daftar Pustaka

Abdullah, Teuku; Nurasiah; Abidin,  Zainal. Sejarah Asia Timur.Universitas Syiah Kuala. 2008, Banda Aceh. (halaman, 74-76)
Jepang Sepanjang Masa. (halaman, 32-38,41)
















1 comment: